Berita Utusan

Advertise

Berencana Lawan Petahana, Partai Koalisi Tulungagung Lirik Margiono

Diposting oleh On Juli 17, 2017

Margiono ( no 3 dari kanan), bersama 8 ketua partai koalisi Tulungagung.
Utusan-Rakyat, Tulungagung – Waktu demi waktu tensi persaingan pilkada 2018 Tulungagung tampak semakin sengit. Jika sebelumnya bakal calon (balon) petahana dengan bangga melenggang seolah tanpa tandingan, maka kali ini, seiring dengan munculnya nama besar Margiono, nampaknya mereka patut kawatir dan waspada.

Margiono adalah putra daerah Tulungagung kelahiran Desa Sambitan Kecamatan Pakel. Selain menjadi Direktur perusahaan Media Rakyat Merdeka Group, ia juga aktif menjabat Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tingkat nasional.

Nama besar Margiono di kancah politik Tulungagung sangat diperhitungkan. Selain memiliki jaringan luas, pengalaman bergelut di dunia politik nasional menjadikannya sebagai lawan tangguh bagi balon petahana Syahri Mulyo.

Antara Margiono dan Syahri Mulyo, memang keduanya belum mendapat rekom dari partai. Namun demikian, meski belum mendapatkan rekom, diakui atau tidak kedua tokoh ini tergolong kandidat kuat sebagai bakal calon bupati Tulungagung. Hanya bedanya, Syahri Mulyo telah mendaftarkan diri melalui PDIP, sementara Margiono belum menentukan partai apa yang akan digunakan sebagai kedaraan. Yang ia lakukan masih sebatas menyatakan diri siap macung Bupati Tulungagung sekaligus mengadakan pertemuan tertutup dengan parpol koalisi besar.

Meski belum berdeklarasi secara terbuka, adanya pertemuan tertutup dengan delapan ketua partai dan pernyataannya setelah pertemuan, dapat dikatakan ia telah mendeklarasikan diri siap maju bersaing melawan Syahri Mulyo sebagai calon petahana.

Iya, tepat satu jam setelah mengahadiri acara halal bi halal yang diadakan parpol non PDIP atau parpol koalisi besar Kabupaten Tulungagung, Margiono bersama delapan ketua partai koalisi adakan pertemuan tertutup di hotel victoria crown Tulungagung. Sepertinya pertemuan telah diagendaakan sebelumnya. Hal ini terlihat dari para ketua parpol yang saling berdatangan tepat sekitar jam 23.30 – 23.45 WIB. 

Delapan ketua partai yang turut hadir dalam pertemuan di antaranya adalah Ketua Partai Hanura Imam Hambali, Ketua Partai PKB Adib Makarim, Ketua Partai Golkar Asmungi, Ketua Partai Demokrat Sofyan, dan 5 Ketua Partai lain yang tergabung dalam koalisi besar.

Jumlah partai koalisi sebenarnya ada sepuluh, namun dua partai lainnya, yaitu Nasdem dan PBB tidak bisa hadir lantaran masih terganjal masalah internal. Meskipun tidak hadir, dikabarkan keduanya tetap bergabung dengan partai koalisi.

Pertemuan dilakukan secara tertutup. Awak media hanya dapat memantau dari kejauhan. Suasana pertemuan terlihat serius dan santai. Sesekali wartawan utusan-rakyat melihat beberapa ketua parpol tampak memberikan pendapatnya dengan serius. Ini menandakan pertemuan dilakukan guna membahas satu hal penting.

Acara pertemuan dimulai sekitar pukul 23.45 dan berakhir sekitar satu jam setelahnya. Pasca pertemuan, partai koalisi yang diwakili Imam Hambali memberikan komentarnya secara terbuka. Ia mengaku, pertemuan ini merupakan titik awal komunikasi antara pihaknya dengan Margiono.

“Partai koalisi dengan Bapak Margiono malam ini saling bersilaturahmi. Pihak kami dan bapak Margiono sama-sama berharap bisa bekerjasama dalam pertarungan pilkada 2018 nanti.” Tuturnya.

Ditanya lebih lanjut perihal bentuk kerjasamanya, Imam Hambali menjawab partai koalisi menyambut dan merespon baik niatan Margiono macung sebagai Cabub Tulungagung. “Pembahasan tadi seputar akan dicalonkanya Pak Margiono sebagai calon bupati. Namun tetap melalui mekanisme partai. Nantinya Pak Margiono akan mengambil dan mengisi formulir pendaftaran di masing-masing partai koalisi,” imbuhnya.

Berbeda dengan Imam Hambali, ditemui secara terpisah, Adib Makarim selaku ketua partai PKB Tulugagung mengatakan dengan jelas, inti pertemuan pada malam itu menyepakati akan mengusung margiono sebagai balon Bupati Tulungagung. Statemen tersebut ia sampaikan tepat setelah acara pertemuan bubar. “Intinya Kami sepakat akan mengusung Pak Margiono sebagai Bakal Calon Bupati Tulungagung,” ucapnya.

Di lain pihak, Matyani, salah satu pejabat Pemerintah Tulungagung melalui akun facebooknya mengatakan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tulungagung nampaknya akan mengalami masalah serius. Siapapun calon yang diusungnya, jika Margiono jadi diusung oleh partai koalisi besar yang digagas Imam Hambali, maka setidaknya percaturan politik Tulungagung dipastikan menjadi sengit.

“Setidaknya kalau 8 partai koalisi yang digagas Imam Hambali bisa terus konsisten mendukung Margiono sebagai cabub, maka akan memperberat laju para calon dari PDIP.” Tulisnya.

Sementara saat dikonfirmasi secara terpisah, Margiono enggan berkomentar banyak terkait isi pembahasan dalam pertemuan. Ia hanya menyampaikan, pertemuan dilakukan untuk bersilaturahim dengan para ketua parpol Tulungagung. Perihal pencalonan, ia menyatakan siap jika parpol koalisi sepakat mengusungnya.

“Semua tergantung parpol, Jika sepakat mengangkat saya, maka saya siap.” Ujarnya. (ilham)

Agama, Negara, dan Politik.

Diposting oleh On Mei 13, 2017

Oleh : ILham Nadhirin, Dosen STF Al-Farabi Kepanjen-Malang

Di Indonesia, modernisasi politik nampaknya mulai melangkah ke arah sekularisasi agama dan negara. Jika benar terjadi, tentu akan menjadi sejarah baru bagi negara Ini.

Diakui atau tidak, sejak awal kemerdekaan Negara Indonesia, dinamika masyarakat telah menunjukan adanya konspirasi agama dan negara dalam berpolitik. Bahkan hingga kini, konspirasi agama dan negara dalam peta perpolitikan Indonesia terlihat semakin kental.

Belakangan fenomena ini menjadi perbincangan hangat di kalangan elit negara, karena munculnya tokoh non muslim mencalonkan diri sebagai calon gubernur (cagub).

Kemunculan tokoh non muslim sebagai cagub ini menjadikan sebagian umat islam gentol dalam memainkan percaturan politik. Terlebih setelah tokoh itu terjerat kasus penodaan agama Islam, sebagian besar umat islam setempat semakin solid merapatkan barisan. Akibatnya suasana tegang tak terelakan, bahkan sampai terasa keseluruh pelosok negeri.

Tingginya tensi politik dalam kasus di atas menunjukan, agaknya sampai kapanpun masyarakat Indonesia tak akan mampu memisahkan kepentingan agama dalam bernegara. Meskipun negara telah menetapkan aturan politik sedemikian rupa.

Mengapa demikian? Ketidak mampuan ini dapat dianalisa melalui history berdirinya Negara Indonesia. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, jauh sebelum Negara Indonesia merdeka, agama telah ada dan mengakar di hati masyarakat sebagai doktrin kehidupan.

Mengakarnya doktrin ini membuat sebagian besar masyarakat lebih memilih mendahulukan ajaran agama dari pada aturan negara jika ada yg bertentangan dengan doktrin yang ia yakini. Tentu ini hal yang wajar, sebab negara ada, setelah ada agama.

Mengetahui hal ini, idealnya semua aturan negara seyogyanya tidak sampai bertentangan dengan doktrin agama, agar kenyamanan penganut agama dalam menjalankan keyakinanya bisa terpenuhi. Jika terdapat doktrin agama yang berbeda dengan aturan negara, maka sebagaimana ucapan bung Karno, hendaknya mereka berjuang demi mendapatkan haknya dengan cara berpolitik.

Hanya pertanyaanya, sahkah seorang penganut agama berpolitik demi keyakinanya dalam bernegara? Tidakkah ini tergolong politisasi agama?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui sebelumnya, ada dua haluan besar dalam praktik berpolitik. Politik praktis dan politik kebangsaan.

Politik praktis merupakan bentuk kegiatan politik yang berhubungan langsung dengan perjuangan merebut dan mempertahankan kekuasaan politik. Sedangkan politik kebangsaan, adalah bentuk perjuangan yang dilakukan kelompok atau individu demi tercapainya cita-cita bangsa.

Demikian pula dengan penganut agama yang berpolitik membawa kepentingan agamanya. Jika murni betujuan demi tercapainya cita-cita bangsa, maka hal itu sah. Namun  jika ia berpolitik hanya untuk mendapatkan kekuasaan politik, maka praktik ini tergolong politik praktis. Terlebih ketika membawa-bawa agama, maka politisasi agama namanya.

Inilah yang perlu diketahui, perlu kiranya kita memilah dan memilih termasuk politik manakah gerakan kita sebagai penganut agama. Jangan sampai gerakan yang kita bangun selama ini ternyata hanya mementingkan jabatan saja dan ditunggangi golongan yang mementingkan politik praktis. Jika ini yang terjadi, tentu agama tidak berarti apa-apa bagi negara. Namun jika gerakan kita murni untuk memasukkan nilai luhur agama demi tercapainya cita-cita bangsa, maka inilah yang diharapkan bangsa, dan dapat dipastikan, hubungan antara negara, agama, dan politik memang tidak dapat dipisahkan.

Pilkada Tulungagung Sarat Daya Magis

Diposting oleh On Mei 13, 2017

Oleh: Hadi Sucipto

Bila tak ada aral melintang, pemilihan kepala daerah (pikada) serentak bakal diselenggarakan 27 Juni 2018.  Pilkada serentak 2018 nanti akan lebih besar dari sebelumnya, yakni sebanyak 171 daerah yang akan berpartisipasi pada ajang pilkada. Dari 171 tersbut terdiri dari 17 provinsi, 39 kota serta 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada 2018,  termasuk Kabupaten Tulungagung.
Dan, sejak ditetapkannya KPU RI terkait pilkada serentak 2018, para calon di daerah yang ikut berpartisipasi pilkada serentak telah memberanikan diri dalam pencalonannya. Bahkan, para calon sudah ada yang berani berdeklarasi. Bagaimana dengan calon (jago, red) di Tulungagung, sudah beranikah menampakkan diri?

Berbicara pilkada di KabupatenTulungagung para jago terlihat mulai pekaserta meyakini adanya “kekuatanalam” di wilayah selatan ini.  Sehingga kesan ekstra hati-hati serta masih menutup rapat sangat terlihat sekali. Ini karena para jago benar-benar mulai memahami Tulungagung yang ‘penuhmisteri’ alias sarat daya magis. Tak pelak, mereka para jago-jago yang mempunyai niatan mencalonkan diri sebagai Bupati Tulungagung masih membungkus rapat alias masih tiarap.

Namun, tidak menutup kemungkin para jago sudah lama menyusun kekuatan yakni dengan cara gerak ‘bawah tanah’ yang terkoordinir dengan rapi. Mereka,  para jago, konon katanya telah masuk ke ranah tokoh sepiritual yang ada di wilayah KabupatenTulungagung maupun tokoh sepiritual luar daerah yang diyakini bias membantu dalam meraih kesuksesan.

Kesan tertutup para jago serta langkah gerak bawah tanah ini jelas hanya mereka yang tahu. Sebab, bila bercermin pada era Bupati Tulungagung Heru Tjahjono maupun Sah-To ada banyak hal yang perlu dipetik dari mereka. Terbukti, kali kedua pencalonanya HeruTjahjono-Moh Atiyah yang saat itu memasang ‘calon boneka’ nyaris saja kecolongan karena ada pihak yang menunggangi calon boneka. Akan tetapi karena kekekuatan alam masih berpihak pada pasangan Heru-Atiyah. Alhasil mereka terpilih kembali.

Dan, kita melongok pada masa kemenangan pasangan Syahri Mulyo - Maryoto Birowo (SahTo, red) pada tahun 2013, lalu. Mereka, pasangan yang saat ini masih menduduki jabatan bupati dan wakil bupati Tulungagung begitu besar ujian serta rintangan yang dia hadapinya saat itu.Tapi, merekaberdua, berhasil menemukan jalan cukup lumayan mudah menuju kesuksesan.

Saat itu, Syahri Mulyo hengkang dari partainya yakni PDIP karena tidak mendapat rekom. Setelah hengkang, kemudian Syahri mendapat gerbong partai gurem yang akhirnya berpasangan dengan Maryoto Birowo (wabup, red) yang sebelumnya ‘dipecundangi’ Bambang Adiaksa (BA). Alhasil, pasangan yang mempunyai panggilan Sahto ini mendapat suara yang cukup signifikan yakni berkisar 42 persen lebih.

Bila kita mau jujur, perhelatan politik saat itu sangat terlihat bahwa Bupati Syahri maupun Wabup Maryoto tidak diharapkan ikut dalam pertarungan pilkada oleh para elit politik di Tulungagung.

Tak mampu menghadang Syahri maupun Maryoto, peta politik saat itu pun berubah drastis. Tak mampu dibendungnya pasangan SahTo, disinyalir adanya kekuatan alam yang berpihak dan akhirnya mereka berdua lepas dari jebakan Batman.

Terbukti, dua bulan sebelum pencoblosan berbagai tokoh sepiritual telah memprediksikan pasangan SahTolah yang bakal terpilih sebagai sang juara. Inilah wujud kekuatan alam yang takbisa diremehkan oleh siapun. Sedikit mengingat,  bagaimana proses pertemuan pasangan SahTo saat itu?

Proses Instan
Lika-liku mereka berdua sebelum berpasangan sama-sama memiliki cerita yang lumayan pahit, yakni Syahri Mulyo dianggap berkianat oleh partai dan Maryoto Birowo telah ‘ditipu’ mentah-mentah oleh BA. Namun berkat kekuatan alam pula mereka bias melenggang dan ikut serta dalam pertarungan pilkada Tulungagung  2013.

Sedang proses pertemuan Syahri-Maryoto tidak butuh proses waktu yang lama,  yakni hanya butuh beberapa menit saja akhirnya mereka bisa duet. Itupun partai yang ditumpangi jelas partai yang  kurang memiliki power dibandingkan dengan partai yang mengusung tiga rivalnya saat itu.  Inilah wujud kekuatan alam yang mungkin tidak bias diukur dengan logika.

Bahkan saat pembagian money politics yang rencananya diserahkan kesebagian kades di wilayah Tulungagung sebagai ujung tombak pemenangan pasangan Bambang Adiaksa-Anna Lutfi, akhirnya urung karena keburu digropyok di Hotel Istana. Penting dan perlu jadi catatan, bahwa uang segudang tidak bias jadi ukuran bias meraih kesuksesan, khususnya diwilayah selatan konon serat daya magis ini.

Nah, siapakah bupati yang bakal mendapat muzijat kekuatan alam pada tahun 2018 yang pada akhirnya bisa ‘ngembani’(istilah orang Tulungagung,  red) di Kota Marmer nanti? Akankah masih pasangan SahTo, atau mungkin pasangan baru yang bakal ngembani Tulungagung? WallahuA’lam bis-shawab.

Pengamat politik Tulungagung

Wabup Buka O2SN dan PSP

Diposting oleh On Mei 13, 2017

Wakil Bupati Tulungagung Maryoto Birowo.
Utusan-Rakyat, Tulungagung - Wakil Bupati Tulungagung Maryoto Birowo membuka O2SN (Olahraga dan Olimpiade Siswa Nasional) tingkat Kabupaten dan melepaskan kontingen Pekan Seni Pelajar (PSP) Tingkat Provinsi yang digelar di Kota Kediri. O2SN dan PSP digelar mulai Rabu (26/4) hingga 6 Mei diikuti oleh 500 peserta.

Dalam kesempatan tersebut, Maryoto mengatakan O2SN bertujuan untuk mencari bibit unggul atlit dan generasi penerus seni dalam PSP. "Tujuan utama untuk memperoleh atlet-atlet muda yang memiliki prestasi membanggakan, yang bisa mewakili Kabupaten Tulungagung, baik di tingkat regional maupun di tingkat nasional, sehingga perlu adanya upaya pembinaan dan penjaringan secara dini seperti Olimpiade Olahraga Siswa Nasional antar pelajar Sekolah Dasar/MI, SMP/MTs  yang dilaksanakan hingga 6 Mei mendatang di Tulungagung," ungkapnya.

Wakil Bupati berharap, dengan kegiatan olimpiade ini dapat memacu semangat bagi kita untuk lebih meningkatkan pembinaan olahraga anak-anak kita di usia dini dan dapat membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat jasmani dan rohani, berkarakter, serta mandiri.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan sekaligus ketua panitia Suharno, melaporkan bahwa kegiatan ini diikuti oleh 19 kontingen dari 19 kecamatan. Sedangkan penyelenggaraannya berlangsung di beberapa tempat, salah satunya lomba renang yang dilaksanakan di kolam renang Vidia Tirta, Kelurahan Kutoanyar.

"Masing-masing kontingen untuk PSP digelar di Kota Kediri, kontingen Tulungagung terdiri dari 225 peserta yang didampingi oleh 240 pelatih serta instruktur, totalnya 500-an," ungkapnya.

Suharno juga berharap agar Kontingen PSP bisa meraih 5 besar di ajang provinsi dengan dukungan penuh dari Pemerintah daerah dengan anggaran hingga Rp 200 juta yang diambil dari APBD Kabupaten Tulungagung. (tur)