Sekretaris BKPP Zaenal Falah |
Utusan Tulungagung - Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan (BKPP) melalui Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Campurdarat-Tulunggung,
diduga melakukan Pungutan liar (pungli) pada gapoktan (warga kelompok tani) dan
kios Saprodi (sarana produksi padi) saat akan digelar Pameran Produk Unggulan
yang diadakan di Gor Lembu Peteng, Tulungagung, Selasa (18/10) lalu.
Dugaan pungli muncul, setelah Gapoktan dan
kios saprodi yang mengikuti kegiatan pameran menerima surat edaran dari BPP
Campurdarat untuk membayar uang Rp.300
ribu bagi gapoktan dan Rp.200 ribu bagi kios saprodi.
Dalam surat tersebut diketahui, pungutan
akan digunakan untuk mendukung acara pameran produk unggulan, yang menurut BKPP
menjadi beban gapoktan dan kios saprodi. Padahal menurut keterangan heru selaku
salah satu anggota Gapoktan, mengaku dirinya dan anggota lainnya tidak pernah
diajak rembukan terkait nominal
tersebut. Bahkan heru sempat kaget dengan munculnya surat edaran itu.
“Jujur kami merasa aneh, sebenarnya tarikan
ini digunakan untuk apa kok tiba-tiba kita disuruh membayar segitu? Jika
sebagai bantuan sukarela, seharusnya tidak ditentukan sebuah nominal dan
biarkan anggota menyumbang seikhlasnya. Namun ika digunakan sebagai biaya
pelaksanaan pameran, bukankah anggaran dana sudah ada di BKPP dan Dinas
pertanian? Ini namanya apa coba kalau bukan pungli?,” ujar Heru.
Sementara di lain tempat pihak BKPP melalui
sekretarisnya Zaenal Falah menyanggah keterlibatan BKPP dalam tarikan tersebut.
Zaenal mengatakan, BKPP tidak melakukan tarikan apa-apa terhadap peserta. Mengenai
praktik yang dilakukan BPP Campurdarat, ia mengaku hal semacam itu biasa
terjadi di lingkup BPP setiap kecamatan. “Tarikan semacam itu sudah biasa
dilakukan oleh BPP di setiap Kecamatan, dan itu diluar tanggungjawab kami.
Menurut saya, Tarikan yang dilakukan BPP bukanlah pungli, sebab pasti ada
kesepakan diantara mereka.“ Ujarnya.
Keyakinan Zaenal tentang adanya kesepakatan
ternyata disanggah oleh Heru. Heru mengatakan tidak pernah ada pembahasan
tentang nominal tersebut. Bahkan menurutnya, tulisan tentang musyawarah
kesepakatan iuran di dalam edaran tersebut adalah mengada-ngada. “gak ada
musyawarah mas, makanya kami protes” tutur Heru.
Memang sulit bagi masyarakat awam menilai
praktik tarikan BPP ini bagian dari pungli atau tidak. Namun yang pasti,
realita ini seharusnya menjadi cukup bukti bagi pihak berwenang untuk melakukan
tindakan. Sebab seperti yang kita ketahui, demi memberantas banyaknya praktik
pungli dinegara ini, Presiden Joko Widodo sampai mengeluarkan Peraturan
Presiden (Perpres) nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar (satgas saber pungli) sebagai payung hukumnya.
Dalam Perpres itu disebutkan, satgas saber
pungli bertugas memberantas praktik pungutan liar secara efektif dan efisien
dengan mengoptimalkan pemanfaatan personel. Baik di lingkup kementerian, lembaga,
instansi, ataupun di lingkup Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, satgas saber
pungli memiliki empat fungsi, yakni intelejensi, pencegahan, sosialisasi,
penindakan, dan yustisi.
Keseriusaan presidan Joko widodo dalam
memberantas praktik pungli, sudah seharusnya kita dukung secara penuh dengan
memantau tindakan-tindakan oknum atau lembaga yang mencurigakan. Seperti
praktik yang dilakukan BPP ini, pihak berwenang harusnya melakukan penyelidikan
terhadap masalah ini agar masyarakat mengetahui, termasuk pungli atau tidakkah
praktik tersebut. (sin)