Kabupaten Tulungagung |
Ilustrasi |
Utusan Tulungagung - Aksi tipu-tipu rekrutmen tenaga honorer terus berlangsung. Jika
sebelumnya melibatkan Bogi Winarno, yang kabarnya tim sukses Sahto, kini diduga
dilakukan oknum PNS. Yakni HR, warga Desa Tanggulwelahan, dan JK warga Desa
Tapan, Kecamatan Kedungwaru.
Dua orang tersebut dilaporkan Fitri Ambarwati (25) didampingi
ayahnya, Sarniadi (53), warga Desa Gedangan, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten
Tulungagung. Keduanya mendatangi Mapolres Tulungagung pada Senin (24/10), guna
melaporkan HR dan JK karena dianggap melakukan penipuan terhadap dirinya.
Mengutip Suara Jatim Post,
JK menjanjikan Fitri bisa masuk kerja menjadi honorer di kantor Dinas
Pendapatan Daerah dengan syarat membayar Rp 25 juta untuk persyaratan
administrasi dan bisa mulai masuk kerja 01-10-16. Dan disepakati. Uang Rp 25
juta diserahkan ke HR di Kafe Bima Jalan Dr Soetomo Tulungagung.
Namun setelah uang diserahkan, ternyata korban tidak dipanggil
untuk bekerja di dinas pendapatan daerah.Merasa tidak sesuai yang dijanjikan
oleh kedua pelaku, korban minta uang dikembalikan. Lagi-lagi HR dan JK ingkar.
Akhirnya korban yang merasa dirugikan mengambil keputusan melaporkan ke Polres
Tulungagung. Barang bukti berupa satu lembar kwitansi penyerahan uang Rp 25
juta yang ditandatangani oleh Fitri dan HR.
Berdasarkan laporan sejumlah korban, ada dua satuan kerja yang
menjadi tempat menampung honorer haram, yaitu RSUD dr Iskak serta Unit
Pelayanan Teknis (UPT) Pasar yang berada di bawah struktur Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda) Tulungagung. Namun menurut kabar yang beredar, selain dua
instansi tersebut, BW Cs juga “menjual”
formasi dalam perekrutan tenaga honorer atau tenaga kontrak di lingkup dinas
pendidikan dan kebudayaan (dikbud), dinas kesehatan (dinkes) serta dinas perhubungan
komunikasi dan informatika (dishubkominfo).
Tanggapan BKD Tulungagung
Dikonfirmasi terkait hal ini, Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Kabupaten Tulungagung menegaskan tidak ada rekrutmen honorer daerah maupun
calon pegawai negeri sipil baru di seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
setempat. "Sampai saat ini kami belum mendapatkan informasi mengenai
perekrutan CPNS.Menurut pasal 8 PP nomor 48 tahun 2005, pejabat pembina
dilarang mengangkat tenaga honorer," kata Kabid Kepegawaian BKD
Tulungagung Supriyo Utomo.
Ia menuturkan, BKD sudah memberikan surat edaran kepada seluruh
SKPD di lingkup Pemkab Tulungagung tentang larangan perekrutan tenaga honorer
daerah baru dimaksud. Jika kemudian ditemukan kasus perekrutan tenaga pegawai
baru di tingkat dinas/badan/lembaga usaha daerah, lanjut Priyo, maka hal itu
bukan lagi urusan BKD, malainkan tanggung jawab pejabat yang mengangkat.
"Apabila SKPD dan jajaran di bawahnya masih melakukan pengangkatan tenaga
honorer atau sejenisnya, maka segala konsekuensi dan dampak pengangkatan tenaga
honorer menjadi tanggung jawab pejabat yang mengangkat," ujarnya
menegaskan.
Supriyo mengakui, hingga saat ini tidak sedikit masyarakat yang
mendatangi kantor BKD Tulungagung untuk mengkonfirmasi keabsahan surat tugas
sebagai tenaga honorer daerah yang mereka terima. Namun, dari banyaknya
"korban" yang menanyakan masalah tersebut, hanya lima orang yang
berani mengakui bahwa telah tertipu. "Kebanyakan orang ke sini hanya
sebatas menanyakan apakah kami mengeluarkan surat tugas sebagai CPNS maupun
sebagai tenaga honorer. Setelah kami menjawab tidak pernah mereka langsung
pulang," tuturnya.
Supriyo Utomo menambahkan, kelima korban penipuan rekrurtmen
honorer daerah itu datang dengan membawa surat tugasnya yang mereka yakini
dikeluarkan oleh BKD Tulungagung. Secara sepintas surat tersebut mirip dengan
yang asli, karena dalam surat disertakan kepala (kop) surat lengkap dengan
nomornya, jabatan baru serta tanda tangan pejabat yang berwewenang.
"Memang secara sepintas surat tugas itu mirip asli, namun setelah dibaca
mulai dari atas hingga bawah semuanya salah," ujarnya.
Supriyo menyatakan, pihaknya berani mengkonfirmasi surat itu palsu
karena alamat kantor BKD Tulungagung dalam kop surat tersebut keliru.
Kekeliruan juga terdapat pada format penulisan nomor surat, sampai tanda tangan,
nama, hingga nomor induk pegawai (NIP) pejabat yang memberikan tanda tangan
tersebut salah. "Masyarakat agar berhati hati dan tidak mudah percaya
dengan janji tentang rekrutmen PNS maupun pegawai honorer dengan syarat
mengeluarkan biaya tertentu," kata Supriyo.
Hanya anehnya, mengetahui adanya pemalsuan dokumen BKD terlihat
diam saja dan tidak melaporkannya ke polisi. Selain itu, saat proses penyidikan
pun hal ini tidak mencuat kepermukaan.
SKPD Ramai-Ramai Bantah
Terlibat
Dikonfirmasi mengenai informasi yang beredar, sejumlah SKPD
menolak dikaitkan dalam praktik percaloan honorer haram yang dilakukan BW cs. Mereka berdalih tindak pidana yang dilakukam BW
cs diduga murni penipuan dengan mencatut formasi honorer atau tenaga kontrak di
sejumlah SKPD maupun Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) seperti RSUD dr Iskak
dan sejumlah puskesmas mandiri tingkat kecamatan.
“Beberapa waktu lalu saat kasus ini mulai bergulir di tingkat
penyidikan, BW sempat berkirim pesan pendek melalui layanan sms (short massage
service) ke saya. Katanya berkas titipan ada di bagian personalia atau SDM
(sumberdaya manusia), tapi setelah saya cek itu tidak ada,” kata Kasi Informsi
dan Pemasaran RSUD dr Iskak Tulungagung Mochamad Rifai.
Ia menengarai, praktik penipuan yang dilakukan BW murni abal-abal.
Tidak ada link ataupun koneksi langsung dengan internal RSUD maupun satker
lain. Namun BW cs mengklaim memiliki jalur khusus yang bisa menghantarkan para
korbannya menjadi tenaga honorer maupun PNS di lingkup dinas/BLUD tertentu.
“Saya pastikan tidak ada titipan-titipan itu, tapi kalau memang isu-isu
penerimaan itu dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang berkepentingan, maka itu di
luar tanggungjawab kami,” kata Rifai.
Untuk sistem perekrutan, ia menjelaskan di RSUD drIskak, sistem
perekrutan tidak berbeda dengan instansi-instansi pemerintah lainnya, yaitu
melalui tes. Ada beberapa tahapan tes, antara lain tentang kelengkapan
administrasi, setelah itu mengikuti tes tulis, jika lulus dilanjutkan tes
ketrampilan dan terakhir adalah wawancara. Informasi tentang perekrutan atau
lowongan, bisa dilihat di web yang tersedia. Ia mengatakan, sering kali tidak
dilakukan pengumuman, karena banyaknya berkas pendaftar yang sudah masuk
sebelumnya.
Rifa’i mengatakan bahwa di RSUD dr Iskak tidak ada yang namanya
sistem honorer, yang ada adalah sistem kontrak. Tenaga PNS baru yang ada adalah
murni dari tes yang diadakan oleh pemerintah, yang kemudian di tempatkan di
RSUD dr Iskak. “Mereka yang bekerja di sini, untuk yang non-PNS adalah tenaga
kontrak atau Pegawai Tidak Tetap. Tenaga kontrak itu artinya adalah tenaga
kerja yang dikontrak oleh RSUD dr Iskak, karena RSUD dr Iskak adalah instansi
Badan Layanan Umum Daerah yang diberi kewenangan untuk mengelola keuangannya
sendiri. Jadi pegawai non-PNS kami bukan termasuk tenaga honorer daerah, tenaga
kontrak kami digaji atau dibiayai oleh anggaran fungsional rumah sakit,” Rifai
menjelaskan.
Untuk sistem gaji, ia menjelaskan ada standar gaji, yaitu mengacu
pada standart gaji yang ada di kabupaten Tulungagung. Ia memastikan bahwa gaji
yang diterima oleh pegawai RSUD dr Iskak, lebih dari UMR. Karena selain
mendapat gaji formal, mereka juga mendapat insentif dalam bentuk renumerasi.
Mengenai jumlah pegawai, di RSUD drIskak, sampai awal 2016
terdapat 1.211 orang, yang terdiri dari 490 orang PNS, 666 orang tenaga
kontrak/ Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan 55 orang pegawai Harian Lepas (HL).
Tenaga-tenaga ini tersebar dalam beberapa bidang yaitu tenaga medis (50 dokter
PNS dan 14 dokter PTT), tenaga keperawatan (194 PNS, 271 PTT dan 37 HL), tenaga
kebidanan (16 PNS dan 27 PTT), tenaga kefarmasian (22 PNS, 49 PTT dan 1 HL),
tenaga kesehatan masyarakat (11 PNS dan 3 PTT), tenaga gizi (11 PNS dan 8 PTT),
tenaga keterapian fisik (7 PNS dan 1 PTT), tenaga keteknisian medis (34 PNS, 24
PTT dan 3 HL) dan tenaga non medis(145 PNS, 269 PTT dan 14 HL).
Bantahan serupa juga disampaikan oleh petinggi Dispendikbud (Dinas
Pendiikan dan Kebudayaan) maupun Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah)
Tulungagung. Kendati mengakui ada perekrutan tenaga non-PNS, pihak Dispendikbud
maupun Dispenda bersikukuh bahwa kebijakan tersebut telah sesuai prosedur dan
tidak menabrak peraturan PP 48 Tahun 2005 tentang perekrutan tenaga honorer
daerah.
“Apa dinas akan tinggal diam jika lembaga pendidikan hari ini
sangat kekurangan tenaga pengajar? Dari sinilah diperlukan sebuah solusi agar
kendala ini teratasi. Namun yang terpenting solusi ini tidak sampai melanggar
peraturan PP 48 Tahun 2005,” kata Sugiarno, selaku Sekretaris Dinas Pendidikan
dan kebudayaan Kabupaten Tulungagung waktu itu kepada timUtusan.
Di lingkup dinas pendidikan, kata dia, diperkirakan jumlah tenaga
non-PNS atau yang mereka sebut sebagai GTT/PTT (Guru Tidak Tetap/Pegawai Tidak
Tetap), mencapai lebih dari 1.500 orang yang tersebar di ratusan sekolah,
terutama jenjang SD. Menurut Sugiarno, bentuk perekrutan tenaga pengajar
tersebut dilakukan langsung oleh kepala sekolah dengan kesepakatan bersama tim komite sekolah. Melalui cara itu,
kata dia, solusi ini dianggap tepat dan tidak menyalahi peraturan yang ada.
“Honor mereka selanjutnya diambilkan dari dana program BOS (bantuan operasional
sekolah) dengan besaran alokasi sebesar 20 persen pada tahun anggaran 2014 dan
15 persen pada tahun tahun anggaran 2015 hingga sekarang,” jelasnya. Ia
berulang kali menegaskan bahwa system honorarium tersebut telah sesuai aturan
juklak/juknis (petunjuk peaksanaan/petunjuk teknis) penggunakan dana BOS.
Sementara itu di lingkup Dispenda Tulungagung, rekrutmen tenaga
PTT dilakukan untuk memenuhi kebutuhan juru penagihan retribusi pajak. Mereka
diistilahkan sebagai tenaga kerja pembantu yang bergerak dibidang kegiatan dan
optimalisasi pajak. Namun demikian, pihak dispenda tegas menyatakan bahwa
status mereka bukanlah sebagai honorer, melainkan hanya tenaga pesuruh biasa.
“Peran tenaga pembantu di kedua bidang tersebut dianggap penting
karena dapat membantu kelancaran kegiatan di lingkup dinas pendapatan yang
dikemas dalam bentuk pelaksanaan kegiatan," kata Sekretaris Dispenda
Tulungagung Sugiono. Ia mengakui paling banyak tenaga pesuruh tersebut tersebar
di UPT-UPT pasar dan bidang optimalisasi perpajakan daerah, di wilayah
perkotaan dan kecamatan.
"Kami tidak memberi gaji tetap, jika ada kegiatan saat
dibutuhkan maka akan mendapatkan imbalan atau hak upah," jelasnya.
Namun, Sugiono menolak merinci lebih jauh jumlah rektrutan pesuruh
optimalisasi pajak yang tersebar di belasan UPT pasar se-Tulungagung tersebut,
berikut sistem honorarium ataupun pembagian upah yang diberlakukan dinas. Ia
berdalih, informasi pemberian upah tenaga pembantu menjadi rahasia internal
dispenda dan bukan untuk konsumsi publik. "kami tidak bisa menyebutkan,
jika inggin mengetahuinya silahkan cek sendiri di lapangan," kata Sugiono.
(Brm/Typ/IeL/Fr/And/Rzl.)