Berita Utusan

Advertise

Menelisik Percaloan Honorer Haram Kabupaten Tulungagung

Diposting oleh On Desember 31, 2016

Kabupaten Tulungagung
Ilustrasi
Utusan Tulungagung - Aksi tipu-tipu rekrutmen tenaga honorer terus berlangsung. Jika sebelumnya melibatkan Bogi Winarno, yang kabarnya tim sukses Sahto, kini diduga dilakukan oknum PNS. Yakni HR, warga Desa Tanggulwelahan, dan JK warga Desa Tapan, Kecamatan Kedungwaru.

Dua orang tersebut dilaporkan Fitri Ambarwati (25) didampingi ayahnya, Sarniadi (53), warga Desa Gedangan, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Keduanya mendatangi Mapolres Tulungagung pada Senin (24/10), guna melaporkan HR dan JK karena dianggap melakukan penipuan terhadap dirinya.

Mengutip Suara Jatim Post, JK menjanjikan Fitri bisa masuk kerja menjadi honorer di kantor Dinas Pendapatan Daerah dengan syarat membayar Rp 25 juta untuk persyaratan administrasi dan bisa mulai masuk kerja 01-10-16. Dan disepakati. Uang Rp 25 juta diserahkan ke HR di Kafe Bima Jalan Dr Soetomo Tulungagung.

Namun setelah uang diserahkan, ternyata korban tidak dipanggil untuk bekerja di dinas pendapatan daerah.Merasa tidak sesuai yang dijanjikan oleh kedua pelaku, korban minta uang dikembalikan. Lagi-lagi HR dan JK ingkar. Akhirnya korban yang merasa dirugikan mengambil keputusan melaporkan ke Polres Tulungagung. Barang bukti berupa satu lembar kwitansi penyerahan uang Rp 25 juta yang ditandatangani oleh Fitri dan HR.

Berdasarkan laporan sejumlah korban, ada dua satuan kerja yang menjadi tempat menampung honorer haram, yaitu RSUD dr Iskak serta Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pasar yang berada di bawah struktur Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Tulungagung. Namun menurut kabar yang beredar, selain dua instansi tersebut, BW Cs  juga “menjual” formasi dalam perekrutan tenaga honorer atau tenaga kontrak di lingkup dinas pendidikan dan kebudayaan (dikbud), dinas kesehatan (dinkes) serta dinas perhubungan komunikasi dan informatika (dishubkominfo).

Tanggapan BKD Tulungagung

Dikonfirmasi terkait hal ini, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Tulungagung menegaskan tidak ada rekrutmen honorer daerah maupun calon pegawai negeri sipil baru di seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) setempat. "Sampai saat ini kami belum mendapatkan informasi mengenai perekrutan CPNS.Menurut pasal 8 PP nomor 48 tahun 2005, pejabat pembina dilarang mengangkat tenaga honorer," kata Kabid Kepegawaian BKD Tulungagung Supriyo Utomo.

Ia menuturkan, BKD sudah memberikan surat edaran kepada seluruh SKPD di lingkup Pemkab Tulungagung tentang larangan perekrutan tenaga honorer daerah baru dimaksud. Jika kemudian ditemukan kasus perekrutan tenaga pegawai baru di tingkat dinas/badan/lembaga usaha daerah, lanjut Priyo, maka hal itu bukan lagi urusan BKD, malainkan tanggung jawab pejabat yang mengangkat. "Apabila SKPD dan jajaran di bawahnya masih melakukan pengangkatan tenaga honorer atau sejenisnya, maka segala konsekuensi dan dampak pengangkatan tenaga honorer menjadi tanggung jawab pejabat yang mengangkat," ujarnya menegaskan.

Supriyo mengakui, hingga saat ini tidak sedikit masyarakat yang mendatangi kantor BKD Tulungagung untuk mengkonfirmasi keabsahan surat tugas sebagai tenaga honorer daerah yang mereka terima. Namun, dari banyaknya "korban" yang menanyakan masalah tersebut, hanya lima orang yang berani mengakui bahwa telah tertipu. "Kebanyakan orang ke sini hanya sebatas menanyakan apakah kami mengeluarkan surat tugas sebagai CPNS maupun sebagai tenaga honorer. Setelah kami menjawab tidak pernah mereka langsung pulang," tuturnya.

Supriyo Utomo menambahkan, kelima korban penipuan rekrurtmen honorer daerah itu datang dengan membawa surat tugasnya yang mereka yakini dikeluarkan oleh BKD Tulungagung. Secara sepintas surat tersebut mirip dengan yang asli, karena dalam surat disertakan kepala (kop) surat lengkap dengan nomornya, jabatan baru serta tanda tangan pejabat yang berwewenang. "Memang secara sepintas surat tugas itu mirip asli, namun setelah dibaca mulai dari atas hingga bawah semuanya salah," ujarnya.

Supriyo menyatakan, pihaknya berani mengkonfirmasi surat itu palsu karena alamat kantor BKD Tulungagung dalam kop surat tersebut keliru. Kekeliruan juga terdapat pada format penulisan nomor surat, sampai tanda tangan, nama, hingga nomor induk pegawai (NIP) pejabat yang memberikan tanda tangan tersebut salah. "Masyarakat agar berhati hati dan tidak mudah percaya dengan janji tentang rekrutmen PNS maupun pegawai honorer dengan syarat mengeluarkan biaya tertentu," kata Supriyo.

Hanya anehnya, mengetahui adanya pemalsuan dokumen BKD terlihat diam saja dan tidak melaporkannya ke polisi. Selain itu, saat proses penyidikan pun hal ini tidak mencuat kepermukaan.

SKPD Ramai-Ramai Bantah Terlibat

Dikonfirmasi mengenai informasi yang beredar, sejumlah SKPD menolak dikaitkan dalam praktik percaloan honorer haram yang dilakukan BW cs. Mereka berdalih tindak pidana yang dilakukam BW cs diduga murni penipuan dengan mencatut formasi honorer atau tenaga kontrak di sejumlah SKPD maupun Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) seperti RSUD dr Iskak dan sejumlah puskesmas mandiri tingkat kecamatan.

“Beberapa waktu lalu saat kasus ini mulai bergulir di tingkat penyidikan, BW sempat berkirim pesan pendek melalui layanan sms (short massage service) ke saya. Katanya berkas titipan ada di bagian personalia atau SDM (sumberdaya manusia), tapi setelah saya cek itu tidak ada,” kata Kasi Informsi dan Pemasaran RSUD dr Iskak Tulungagung Mochamad Rifai.

Ia menengarai, praktik penipuan yang dilakukan BW murni abal-abal. Tidak ada link ataupun koneksi langsung dengan internal RSUD maupun satker lain. Namun BW cs mengklaim memiliki jalur khusus yang bisa menghantarkan para korbannya menjadi tenaga honorer maupun PNS di lingkup dinas/BLUD tertentu. “Saya pastikan tidak ada titipan-titipan itu, tapi kalau memang isu-isu penerimaan itu dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang berkepentingan, maka itu di luar tanggungjawab kami,” kata Rifai.

Untuk sistem perekrutan, ia menjelaskan di RSUD drIskak, sistem perekrutan tidak berbeda dengan instansi-instansi pemerintah lainnya, yaitu melalui tes. Ada beberapa tahapan tes, antara lain tentang kelengkapan administrasi, setelah itu mengikuti tes tulis, jika lulus dilanjutkan tes ketrampilan dan terakhir adalah wawancara. Informasi tentang perekrutan atau lowongan, bisa dilihat di web yang tersedia. Ia mengatakan, sering kali tidak dilakukan pengumuman, karena banyaknya berkas pendaftar yang sudah masuk sebelumnya.

Rifa’i mengatakan bahwa di RSUD dr Iskak tidak ada yang namanya sistem honorer, yang ada adalah sistem kontrak. Tenaga PNS baru yang ada adalah murni dari tes yang diadakan oleh pemerintah, yang kemudian di tempatkan di RSUD dr Iskak. “Mereka yang bekerja di sini, untuk yang non-PNS adalah tenaga kontrak atau Pegawai Tidak Tetap. Tenaga kontrak itu artinya adalah tenaga kerja yang dikontrak oleh RSUD dr Iskak, karena RSUD dr Iskak adalah instansi Badan Layanan Umum Daerah yang diberi kewenangan untuk mengelola keuangannya sendiri. Jadi pegawai non-PNS kami bukan termasuk tenaga honorer daerah, tenaga kontrak kami digaji atau dibiayai oleh anggaran fungsional rumah sakit,” Rifai menjelaskan.

Untuk sistem gaji, ia menjelaskan ada standar gaji, yaitu mengacu pada standart gaji yang ada di kabupaten Tulungagung. Ia memastikan bahwa gaji yang diterima oleh pegawai RSUD dr Iskak, lebih dari UMR. Karena selain mendapat gaji formal, mereka juga mendapat insentif dalam bentuk renumerasi.

Mengenai jumlah pegawai, di RSUD drIskak, sampai awal 2016 terdapat 1.211 orang, yang terdiri dari 490 orang PNS, 666 orang tenaga kontrak/ Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan 55 orang pegawai Harian Lepas (HL). Tenaga-tenaga ini tersebar dalam beberapa bidang yaitu tenaga medis (50 dokter PNS dan 14 dokter PTT), tenaga keperawatan (194 PNS, 271 PTT dan 37 HL), tenaga kebidanan (16 PNS dan 27 PTT), tenaga kefarmasian (22 PNS, 49 PTT dan 1 HL), tenaga kesehatan masyarakat (11 PNS dan 3 PTT), tenaga gizi (11 PNS dan 8 PTT), tenaga keterapian fisik (7 PNS dan 1 PTT), tenaga keteknisian medis (34 PNS, 24 PTT dan 3 HL) dan tenaga non medis(145 PNS, 269 PTT dan 14 HL).

Bantahan serupa juga disampaikan oleh petinggi Dispendikbud (Dinas Pendiikan dan Kebudayaan) maupun Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) Tulungagung. Kendati mengakui ada perekrutan tenaga non-PNS, pihak Dispendikbud maupun Dispenda bersikukuh bahwa kebijakan tersebut telah sesuai prosedur dan tidak menabrak peraturan PP 48 Tahun 2005 tentang perekrutan tenaga honorer daerah.

“Apa dinas akan tinggal diam jika lembaga pendidikan hari ini sangat kekurangan tenaga pengajar? Dari sinilah diperlukan sebuah solusi agar kendala ini teratasi. Namun yang terpenting solusi ini tidak sampai melanggar peraturan PP 48 Tahun 2005,” kata Sugiarno, selaku Sekretaris Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Tulungagung waktu itu kepada timUtusan.

Di lingkup dinas pendidikan, kata dia, diperkirakan jumlah tenaga non-PNS atau yang mereka sebut sebagai GTT/PTT (Guru Tidak Tetap/Pegawai Tidak Tetap), mencapai lebih dari 1.500 orang yang tersebar di ratusan sekolah, terutama jenjang SD. Menurut Sugiarno, bentuk perekrutan tenaga pengajar tersebut dilakukan langsung oleh kepala sekolah dengan kesepakatan  bersama tim komite sekolah. Melalui cara itu, kata dia, solusi ini dianggap tepat dan tidak menyalahi peraturan yang ada. “Honor mereka selanjutnya diambilkan dari dana program BOS (bantuan operasional sekolah) dengan besaran alokasi sebesar 20 persen pada tahun anggaran 2014 dan 15 persen pada tahun tahun anggaran 2015 hingga sekarang,” jelasnya. Ia berulang kali menegaskan bahwa system honorarium tersebut telah sesuai aturan juklak/juknis (petunjuk peaksanaan/petunjuk teknis) penggunakan dana BOS.

Sementara itu di lingkup Dispenda Tulungagung, rekrutmen tenaga PTT dilakukan untuk memenuhi kebutuhan juru penagihan retribusi pajak. Mereka diistilahkan sebagai tenaga kerja pembantu yang bergerak dibidang kegiatan dan optimalisasi pajak. Namun demikian, pihak dispenda tegas menyatakan bahwa status mereka bukanlah sebagai honorer, melainkan hanya tenaga pesuruh biasa.

“Peran tenaga pembantu di kedua bidang tersebut dianggap penting karena dapat membantu kelancaran kegiatan di lingkup dinas pendapatan yang dikemas dalam bentuk pelaksanaan kegiatan," kata Sekretaris Dispenda Tulungagung Sugiono. Ia mengakui paling banyak tenaga pesuruh tersebut tersebar di UPT-UPT pasar dan bidang optimalisasi perpajakan daerah, di wilayah perkotaan dan kecamatan.

"Kami tidak memberi gaji tetap, jika ada kegiatan saat dibutuhkan maka akan mendapatkan imbalan atau hak upah," jelasnya.

Namun, Sugiono menolak merinci lebih jauh jumlah rektrutan pesuruh optimalisasi pajak yang tersebar di belasan UPT pasar se-Tulungagung tersebut, berikut sistem honorarium ataupun pembagian upah yang diberlakukan dinas. Ia berdalih, informasi pemberian upah tenaga pembantu menjadi rahasia internal dispenda dan bukan untuk konsumsi publik. "kami tidak bisa menyebutkan, jika inggin mengetahuinya silahkan cek sendiri di lapangan," kata Sugiono. (Brm/Typ/IeL/Fr/And/Rzl.)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »