Berita Utusan

Advertise

Tambak Udang Ilegal Terus Beroprasi, “Kok Meneng-menengan Kabeh ya?” Kompak Tutup Mata..!!

Diposting oleh On Desember 31, 2016

Areal Tambak Udang
“DPRD Tulungagung masih mau mulai mendalami, DPRD Blitar tak bertindak, sementara Satpol PP Tulungagung akan mengadakan rapat dengan pihak-pihak terkait memastikan kesalahannya

Utusan Tulungagung - Tambak udang ilegal di pesisir Pantai Molang, Desa Pucanglaban, Kecamatan Pucanglaban, Tulungagung, hingga kini terus beroprasi. Seolah enggan menjemput bola, sampai hari ini belum ada kepastian kapan pihak-pihak terkait akan bertindak.

Sebaliknya, hanya berbekal informasi dari media, Kabid Perundang-undangan Satpol PP Tulungagung Eko Kenis Yulianto mengatakan segera mengadakan pertemuan dengan beberapa pihak terkait hal itu. “Kami akan segara melakukan kordinasi dengan pihak-pihak terkait. Jika betul tambak udang itu ilegal, secepatnya akan kami tindak,” ujar Eko.

Belum dapat dipastikan Satpol PP punya wewenang atau tidak menghentikan kegiatan budidaya udang tersebut. Namun yang pasti niatan Satpol PP akan mengadakan kordinasi adalah hal yang patut diapresiasi.

Lain Satpol PP, lain pula DPRD dan BP2PM Tulungagung. Ketua DPRD Tulungagung Supriyono mengatakan, pihaknya akan mendalami terlebih dahulu permasalahan ini. Jika pemerintah Tulungagung punya kapasitas mengeksekusi, DPRD akan melangkah. Mengingat lokasi yang digunakan merupakan wilayah Perhutani. “Nanti akan kami dalami, jika pemerintah Tulungagung berkaitan, kami akan memanggil pihak-pihak terkait,” ujarnya.

Berbeda dengan Supriyono, Kepala Badan Pelayanan Perizinan dan penanaman Modal BP2PM Santoso melalui Kasi Informasi Agung menegaskan, sejak lima tahun  terakhir tidak tercatat ada izin usaha tambak udang di wilayah Tulungagung, termasuk di Pucanglaban. “Saya cari didata kami tidak ditemukan ada izin usaha tambak udang,” kata Agung.

Tambak udang Pucanglaban merupakan salah satu usaha di bawah pengelolaan PT Lima Satu Lapan (LSL) sejak 2006 silam. Tambak dengan luasan lebih dari 37 hektare itu berlokasi di sepanjang pesisir Pantai Molang, Pucanglaban, Tulungagung, berbatasan dengan Desa Plandirejo, Kecamatan Bakung, Kabupaten Blitar.

Dulu, kawasan ini dikabarkan sebagai kawasan hutan lindung dengan vegetasi tanaman cukup lebat. Sementara saat ini, lahan hutan sudah berubah menjadi hutan produksi dan beralih fungsi menjadi tambak udang yang dikelola oleh PT LSL.

Sebagaimana pemberitaan media Utusan Rakyat pada edisi sebelumnya, pengelolaan hutan menjadi tambak udang tersebut terganjal peraturan Menteri Kehutanan yang melarang perpanjangan kontrak. Sementara, kontrak yang dilakukan PT LSL telah habis sejak 2012 lalu. Mengetahui kontraknya telah habis, kegiatan budidaya udang bukannya dihentikan, melainkan tetap berlangsung seperti biasanya.

Tidak hanya izin usaha yang habis, pelanggaran diduga merambah ke izin mendirikan bangunan (IMB). Diketahui dalam mengelola usaha tambak, PT LSL telah membangun beberapa rumah sebagai kantor dan tempat tinggal pekerja. Diduga ini menyalahi tujuan utama pelestarian hutan.

Lebih sayang lagi, mengetahui adanya pelanggaran oleh PT LSL, pemerintah seolah melakukan pembiaran dan lepas tangan. Maksud pemerintah dalam hal ini, diantaranya adalah DPRD Kabupaten Blitar, DPRD Tulungagung, BP2PM Tulungagung, Badan Pelayanan Perizinan Blitar, dan Satpol PP selaku penegak perda.

Sementara pihak Perhutani sampai saat ini tak melakukan penuntutan dan tetap membiarkan kegiatan budidaya udang yang seharusnya telah berhenti sejak tahun 2012 lalu. Sedangkan pihak pengelola tambak hingga berita ini dimuat belum berkenan memberikan konfirmasi resmi terkait usaha budidaya udang yang mereka kelola.mereka seolah menghindar dari media.

Sebagaimana yang diberitakan oleh harian nasional tahun 2014 silam, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar sempat mengungkit masalah legalitas PT LSL dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) diareal tambak. Saat itu dewan menuding pengubahan kawasan hutan lindung bisa berpengaruh langsung pada masyarakat setempat. Setidaknya, alih fungsi tersebut menabrak prinsip program Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH). Namun selepas sidak dilakukan tidak diketahui pasti bagaimana keberlanjutan masalah ini.

"Pengalihan fungsi hutan lindung tersebut berlangsung sejak tahun 2006. Selain itu, kontraknya pun habis di tahun 2012. Kami pastikan ini ilegal, karena hingga kini adminstrasinya masih dalam proses," ujar Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Blitar M Ansori saat itu. (IeL)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »