Berita Utusan

Advertise

AMPP : Kadin Pendidikan Tulungagung Jilat Ludah Sendiri

Diposting oleh On Desember 31, 2016

AMPP saat berdemo di depan Kantor Dinas Pendidikan Tulungagung
Suharno Kepala Dinas
Pendidikan Tulungagung
Tulungagung, Utusan - Kepala Dinas (Kadin) Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Kabupaten Tulungagung Suharno, atau yang akrab dipanggil Harno, disebut-sebut menjilat ludah sendiri oleh AMPP (Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan). Pasalnya, Harno dinilai melanggar aturan yang ia buat sendiri. Kabar ini mencuat sesaat setelah AMPP melakukan aksi demo di depan kantor Disdikbud awal September lalu.

Menurut Maliki Nusantara (Kordinator Aksi), pelangaran diketahui setelah AMPP menemukan data beberapa sekolah memiliki Rombongan Belajar (Rombel) melebihi Pagu yang ditetapkan Dispendikbud. “Kami menemukan data, ada beberapa sekolah yang memiliki rombongan belajar melebihi pagu dan melanggar keputusan Dispenduk, kami menyebutnya Rombel “illegal”. Saya yakin Kadin Dispenduk tahu akan hal itu”, ujarnya.

Maliki juga menegaskan, ketika Dispendikbud menetapkan pagu dan praktik dilapangan ketetapan itu tidak diindahkan, maka sama halnya Kadin telah menjilat ludahnya sendiri dan patut dicurigai.

Ia menganggap, dengan munculnya rombel “illegal”, maka terdapat indikasi hal ini menjadi permainan oknum untuk meraup keuntungan disana. Terbukti beberapa kali AMPP menjumpai Wali Murid yang mengaku telah ditarik sejumlah biaya agar bisa masuk pada sekolah tertentu. Selain itu, dengan adanya rombel “ilegal” tentu menyebabkan Sekolah Swasta tambah kesulitan mencari murid baru.

Sebelumnya perlu diketahui, ketetapan pagu tentang rombel terdapat pada Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung, Nomor 188 / 1622 / 104.010 / 2016, Tentang Pedoman Pelaksaanaan Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Satuan Pendidikan Dikabupaten Tulungagung Tahun Ajaran 2016 / 2017.

Dalam Keputusan Kadin tersebut dijelaskan, ketetapan jumlah rombel pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), tidak boleh melebihi 9 rombel. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan jumlah pagu yang ada. Keterangan ini tertuang pada pasal 6 ayat 9.

Acuan mengenai jumlah pagu, tertulis pada pasal 7. Dalam pasal tersebut dijelaskan, jumlah pagu didasarkan pada 3 hal, yaitu landasan peraturan perundang-undangan, jumlah ruang kelas beserta sarana prasarana lainnya yang tersedia, dan daya tampung serta jumlah calon peserta didik terdaftar.

Namun apa dikata, meski aturan tercatat jelas disana, seakan tak terlihat oleh mata. buktinya, beberpa sekolah pelanggar aturan rombel terlihat damai tanpa teguran. Bahkan menurut AMPP, pihak sekolah berdalih hal itu bertujuan memenuhi keinginan masyarakat.

Menurut data yang didapat AMPP, Di antara sekolah-sekolah yang yang memiliki rombel “illegal” yaitu, SMP 1 Tulungagung, SMP 3 Tulungagung, SMA 1 Kedungwaru, SMA 1 Boyolangu, SMA 1 Kauman, SMK 1 Boyolangu, dan SMK 2 Boyolangu.

Harno Beri Tanggapan

Mengetahui dirinya disebut menjilat ludah sendiri, Harno dengan tegas mengatakan, ia terpaksa memberikan izin penambahan rombel di luar pagu kepada beberapa sekolah karena adanya desakan masyarakat terhadap dinas pendidikan.

“saya kira tidak bisa serta-merta menyimpulkan demikian. Bagi kami, pagu hanyalah sebuah perencanaan, dan bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan. Pasca menetapkan aturan tersebut, saya didesak beberapa sekolah agar memberikan izin penambahan rombel diluar pagu. Itupun untuk mnyelamatkan nasib anak didik. Mengapa? Meski aturan telah dibuat sedemikian rupa, ternyata masih saja banyak wali murid yang memaksa agar anaknya dimasukkan ke sekolah tertentu. Jika tidak, kata bapaknya, sang anak tidak mau sekolah lagi. Didesak begitu masa saya harus bersikukuh dengan keputusan yang saya buat?” Ujar Harno saat wawancara dengan tim Utusan.

Menurut harno, Alasan calon murid agar diterima di sekolah tertentu pun berfariasi. Ada yang hanya ingin masuk di sekolah faforit, ada yang karena jarak tempuhnya supaya tidak jauh, dan ada pula karena faktor mengikuti teman karibnya. Factor-faktor itulah yang menjadi dasar penambahan rombel di sekolah-sekolah.

Namun demikian, Meski izin telah diberikan secara lisan, harno tetap membatasinya dengan ketentuan; selama sarana dan prasarana memadai. Jika tidak maka izin tidak diberikan.

Mengenai adanya informasi tentang beberapa wali murid yang ditarik biaya agar dapat masuk ke sekolah tertentu, harno mengatakan itu ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka memafaatkan kesempatan dalam kesempitan.

“Kami juga sudah mengetahui informasi tersebut, namun sampai saat ini kami tidak bisa mengetahui siapa mereka. Yang lebih tahu adalah wali murid itu sendiri. Yang pasti dalam dunia pendidikan hal tersebut tidak dapat dibenarkan.” ucap harno dengan nada serius.

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »