AMPP saat berdemo di depan Kantor Dinas Pendidikan Tulungagung |
Suharno
Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung |
Menurut Maliki Nusantara (Kordinator Aksi), pelangaran diketahui
setelah AMPP menemukan data beberapa sekolah memiliki Rombongan Belajar
(Rombel) melebihi Pagu yang ditetapkan Dispendikbud. “Kami menemukan data, ada
beberapa sekolah yang memiliki rombongan belajar melebihi pagu dan melanggar
keputusan Dispenduk, kami menyebutnya Rombel “illegal”. Saya yakin Kadin
Dispenduk tahu akan hal itu”, ujarnya.
Maliki juga menegaskan, ketika Dispendikbud menetapkan pagu dan
praktik dilapangan ketetapan itu tidak diindahkan, maka sama halnya Kadin telah
menjilat ludahnya sendiri dan patut dicurigai.
Ia menganggap, dengan munculnya rombel “illegal”, maka terdapat indikasi
hal ini menjadi permainan oknum untuk meraup keuntungan disana. Terbukti
beberapa kali AMPP menjumpai Wali Murid yang mengaku telah ditarik sejumlah
biaya agar bisa masuk pada sekolah tertentu. Selain itu, dengan adanya rombel
“ilegal” tentu menyebabkan Sekolah Swasta tambah kesulitan mencari murid baru.
Sebelumnya perlu diketahui, ketetapan pagu tentang rombel terdapat
pada Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung,
Nomor 188 / 1622 / 104.010 / 2016, Tentang Pedoman Pelaksaanaan Penerimaan
Peserta Didik Baru Pada Satuan Pendidikan Dikabupaten Tulungagung Tahun Ajaran
2016 / 2017.
Dalam Keputusan Kadin tersebut dijelaskan, ketetapan jumlah rombel
pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), tidak boleh
melebihi 9 rombel. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai
dengan jumlah pagu yang ada. Keterangan ini tertuang pada pasal 6 ayat 9.
Acuan mengenai jumlah pagu, tertulis pada pasal 7. Dalam pasal
tersebut dijelaskan, jumlah pagu didasarkan pada 3 hal, yaitu landasan
peraturan perundang-undangan, jumlah ruang kelas beserta sarana prasarana
lainnya yang tersedia, dan daya tampung serta jumlah calon peserta didik
terdaftar.
Namun apa dikata, meski aturan tercatat jelas disana, seakan tak
terlihat oleh mata. buktinya, beberpa sekolah pelanggar aturan rombel terlihat
damai tanpa teguran. Bahkan menurut AMPP, pihak sekolah berdalih hal itu
bertujuan memenuhi keinginan masyarakat.
Menurut data yang didapat AMPP, Di antara sekolah-sekolah yang
yang memiliki rombel “illegal” yaitu, SMP 1 Tulungagung, SMP 3 Tulungagung, SMA
1 Kedungwaru, SMA 1 Boyolangu, SMA 1 Kauman, SMK 1 Boyolangu, dan SMK 2
Boyolangu.
Harno Beri Tanggapan
Mengetahui dirinya disebut menjilat ludah sendiri, Harno dengan
tegas mengatakan, ia terpaksa memberikan izin penambahan rombel di luar pagu
kepada beberapa sekolah karena adanya desakan masyarakat terhadap dinas
pendidikan.
“saya kira tidak bisa serta-merta menyimpulkan demikian. Bagi
kami, pagu hanyalah sebuah perencanaan, dan bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan.
Pasca menetapkan aturan tersebut, saya didesak beberapa sekolah agar memberikan
izin penambahan rombel diluar pagu. Itupun untuk mnyelamatkan nasib anak didik.
Mengapa? Meski aturan telah dibuat sedemikian rupa, ternyata masih saja banyak wali
murid yang memaksa agar anaknya dimasukkan ke sekolah tertentu. Jika tidak,
kata bapaknya, sang anak tidak mau sekolah lagi. Didesak begitu masa saya harus
bersikukuh dengan keputusan yang saya buat?” Ujar Harno saat wawancara dengan
tim Utusan.
Menurut harno, Alasan calon murid agar diterima di sekolah
tertentu pun berfariasi. Ada yang hanya ingin masuk di sekolah faforit, ada yang
karena jarak tempuhnya supaya tidak jauh, dan ada pula karena faktor mengikuti teman
karibnya. Factor-faktor itulah yang menjadi dasar penambahan rombel di
sekolah-sekolah.
Namun demikian, Meski izin telah diberikan secara lisan, harno
tetap membatasinya dengan ketentuan; selama sarana dan prasarana memadai. Jika
tidak maka izin tidak diberikan.
Mengenai adanya informasi tentang beberapa wali murid yang ditarik
biaya agar dapat masuk ke sekolah tertentu, harno mengatakan itu ulah
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka memafaatkan kesempatan dalam
kesempitan.
“Kami juga sudah mengetahui informasi tersebut, namun sampai saat
ini kami tidak bisa mengetahui siapa mereka. Yang lebih tahu adalah wali murid
itu sendiri. Yang pasti dalam dunia pendidikan hal tersebut tidak dapat dibenarkan.”
ucap harno dengan nada serius.