Berita Utusan

Advertise

LSM dan Dewan Soroti Peneggakan Perda Tulungagung

Diposting oleh On April 17, 2017

Anggota LSM "Gerbang" Rakyat (kiri) saat berdialog dengan Anggota Dewan dan Beberapa Dinas Kabupaten Tulungagung
Tulungagung, Utusan Rakyat - Jam buka - tutup toko modern berjaring serta pembangunan mall di tengah kota mendapat sorotan dari kalangan LSM dan dewan. Indikasinya, diadakan hearing antara LSM Gerbang Rakyat bersama anggota DPRD Tulungagung dan beberapa kepala Dinas Pemkab Tulungagung pada Senin (13/03).

Dengar pendapat bertempat di gedung dewan itu berlangsung panas. Ketegangan terjadi setelah Kepala Dinas PU Sutrisno mengutarakan tafsirannya tentang salah satu pasal dalam Perda Tulungagung No 6 Tahun 2010 tentang Perlindungan Pasar Tradisional. Kebetulan tafsir yang disampaikan Sutrisno berbeda dengan anggota dewan selaku pembuat perda. Akibatnya, audiensi pun berjalan alot karena banyak dugaan pelanggaran.

Sebelumnya, temuan-temuan di lapangan tentang banyak toko modern berjejaring yang melanggar aturan Pemerintah Tulungagung. Namun tidak ada tindakan. Hal itu yang membuat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerbang Rakyat geram. Ketua LSM Gerbang Rakyat Rio Wiratmoko melayangkan surat permohonan audiensi kepada Ketua DPRD Tulungagung guna memperjelas dan berdialog tentang masalah tersebut.

“Terpaksa kami lakukan audiensi ini, dari dulu sampai sekarang ya kayak gini. Kalau tidak ada kritikan, pemerintah soalah diam saja. Kami tahu pemerintah melalui satpol pp sudah bertindak, namun tindakkan itu kita nilai tidak maksimal dan terkesan tidak serius,” ujar Rio.

Dalam audiensi, pembahasan lebih mengarah pada praktik-praktik pelanggaran yang dilakukan pengusaha dan beberapa kebijakaan dinas PU yang dinilai tidak tepat dan bertentangan dengan perda. Salah satunya pelanggaran buka tutup dan pendirian beberapa toko modern tanpa izin.

Turut diundang dalam audiensi adalah, Ketua Komosi C dan D DPRD Tulungagung, Kepala Dinas Pembangunan Umum (PU) Bina Marga Tulungagung, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Tulungagung, Kepala Satpol PP Tulungagung, Kepala Bagian Hukum, dan Kepala Inspektorat Tulungagung.

Dalam audiensi, beberapa anggota LSM Gerbang Rakyat menyatakan sudah saatnya DPRD menegur pemerintah agar segera menertibkan para pelanggar. Menurut mereka, pasar-pasar tradisional yang biasanya ramai dipagi hari, tentu terganggu dengan toko modern yang buka sejak pukul 07.00. “Ini terlihat seolah toko modern ingin menyaingi dan merebut pelanggan pasar tradisional,” kata salah satu anggota LSM Gerbang Rakyat dalam sidang.

Bukan hanya tentang jam buka tutup, pembahasanpun berlanjut tentang penyikapan toko modern yang berlokasi dekat dengan pasar tradisional dan hal-hal yang berkaitan dengan aturan zonasi. Diketahui, ada 12 toko modern yang melanggar aturan zonasi pendirian toko modern. Dalam sidang audiensi, diketahui ke 12 toko modern tersebut telah mengantongi izin sejak perda No 6 Tahun 2010 belum lahir.

Dalam menanggapinya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Santoso menyatakan, pihaknya tidak akan perpanjangan izin setelah izin mereka habis. Sebab toko-toko modern tersebut perizinaannya dilakukan sebelum perda lahir.

“Kami tentu tidak bisa berbuat banyak, izin mereka diterbitkan sebelum perda lahir. Saat ini kami hanya mendata toko modern mana saja yang posisinya berlokasi dekat dengan pasar tradisional, untuk selanjutnya kami tidak akan memperpanjang izin tersebut,” tutur Santoso dalam sidang.

Pasca membincangkan zonasi toko modern, pembahasan pun beranjak ke masalah tafsiran Pasal 8 ayat 5 poin B, mengingat pasal tersebut yang diduga dilanggar oleh Dinas PU karena memberikan rekom pendirian mall di tengah kota. Dalam pembahasan inilah ketegangan mulai terjadi. Supriyono, selaku Ketua DPRD Tulungagung menyampaikan, pendirian mall di Jl Pangeran Diponegoro seharusnya tidak diperbolehkan. “Bagaimana bisa di Jl Pangeran Diponegoro berdiri mall sebesar itu? Sebagai pembuat perda saya mengatakan, maksud dibuatnya pasal 8 ayat 5, agar tidak didirkannya departemen store atau supermarket di kawasan perkotaan. Apa landasan PU memberikan Rekom tersebut?” tuturnya.

Menaggapi pertanyaan yang dilontarkan Ketua DPRD, Sutrisno selaku kepala Dinas PU mengatakan, bahwa acuan menafsirkan kawasan perkotaan adalah Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mengatakan perkotaan adalah kawasan pusat kecamatan. “Kami mengacu pada perda RTRW,” kata Sutrisno.

Tanggapan Sutrisno langsung disangkal oleh Supriyono. “Bagaimana bisa Anda menafsirkan sendiri? Sementara kamilah yang membuat perda tersebut. Jika kebingungan menafsirkan perda, seharusnya anda bertanya pada kami,” tegas Supri, panggilan akrab Supriyono.
Selain itu, ketegangan juga terjadi saat pembahasan beralih ketema Apollo. Menurut Sutrisno, Apollo merupakan bagian dari departement store karena luas lantainya adalah 5000m2. Sementara menurut menurut anggota LSM Gerbang Rakyat, Apollo bisa dikatakan sebagai departemen store, juga bisa dikatakan sebagai hypermarket.

Dikatakan departemen store karena melihat pengertiannya yang terdapat dalam pasal 5 ayat 2 poin d Perda Tulungagung No 6 Tahun 2010, yaitu toko modern memiliki luas lantai di atas 400 m2. Apollo luas lantainya di atas 400m2. Artinya apolo adalah departement store. Selanjutnya, Apollo dikategorokan hypermarket, karena mengacu pada  pasal 5 ayat 2 poin C, hypermarket yaitu toko modern yang memiliki luas lantai di atas 5.000m2. Luas lantai Apollo jika mengacu pada data perizinannya di kantor DPMPTSP, tertulis memiliki luas lantai 11,173m2. Sedangkan dalam Perda no 6 Tahun 2010 Pasal 8 ayat 4 Poin b disebutkan, hypermarket dan pusat perbelanjaan pendiriannya diarahkan ke daerah pinggiran atau daerah baru dengan mempertimbangkan keberadaan pasar tradisional.

“Sebenarnya jika dikaji lebih dalam, dalam Perda No 6 tahun 2010 tidak ada pasal yang menjelaskan luas lantai tersebut hanya sebatas lantai yang dipakai jualan atau sekalian lahan parkir. Terlebih kita dengar sendiri tadi, Ketua DPRD Tulungagung saja sudah mengatakan bahwa toko itu ya keseluruhan. Mulai lahan parkir sampai lahan untuk berjualan, bukan setengah-setengah. Itu artinya Dinas PU telah melanggar Perda No 6 Tahun 2010 karena telah mengeluarkan rekom pendirian Apollo,” ujar salah satu anggota LSM saat wawancara pasca audiensi.

Sementara Kepala Satpol PP Johanes Bagus Kuncoro dalam sidang menyatakan, setelah audiensi akan segera menindaklanjuti dan menertibkan para pelanggar perda. Namun kenyataanya, sampai berita ini dimuat penertiban hanya dilakukan bagi pelanggar buka tutup. Sedangkan pelanggar lainnya seperti toko modern tanpa izin, dan pendirian Apollo di Jalan Pangeran Diponegoro tidak ditertibkan. (iel)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »