Anggota LSM "Gerbang" Rakyat (kiri) saat berdialog dengan Anggota Dewan dan Beberapa Dinas Kabupaten Tulungagung
|
Tulungagung, Utusan Rakyat - Jam
buka - tutup toko modern berjaring serta pembangunan mall di
tengah kota mendapat sorotan dari kalangan LSM dan dewan. Indikasinya, diadakan
hearing antara LSM Gerbang Rakyat bersama anggota DPRD Tulungagung dan beberapa
kepala Dinas Pemkab Tulungagung pada Senin (13/03).
Dengar
pendapat bertempat di gedung dewan itu berlangsung panas. Ketegangan terjadi setelah
Kepala Dinas PU Sutrisno mengutarakan tafsirannya tentang salah satu pasal
dalam Perda Tulungagung No 6 Tahun 2010 tentang Perlindungan Pasar Tradisional.
Kebetulan tafsir yang disampaikan Sutrisno berbeda dengan anggota dewan selaku
pembuat perda. Akibatnya, audiensi pun berjalan alot karena banyak dugaan
pelanggaran.
Sebelumnya,
temuan-temuan di lapangan tentang banyak toko modern berjejaring yang melanggar
aturan Pemerintah Tulungagung. Namun tidak ada tindakan. Hal itu yang membuat
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerbang Rakyat geram. Ketua LSM Gerbang Rakyat
Rio Wiratmoko melayangkan surat permohonan audiensi kepada Ketua DPRD
Tulungagung guna memperjelas dan berdialog tentang masalah tersebut.
“Terpaksa
kami lakukan audiensi ini, dari dulu sampai sekarang ya kayak gini. Kalau tidak
ada kritikan, pemerintah soalah diam saja. Kami tahu pemerintah melalui satpol
pp sudah bertindak, namun tindakkan itu kita nilai tidak maksimal dan terkesan
tidak serius,” ujar Rio.
Dalam
audiensi, pembahasan lebih mengarah pada praktik-praktik pelanggaran yang
dilakukan pengusaha dan beberapa kebijakaan dinas PU yang dinilai tidak tepat
dan bertentangan dengan perda. Salah satunya pelanggaran buka tutup dan
pendirian beberapa toko modern tanpa izin.
Turut
diundang dalam audiensi adalah, Ketua Komosi C dan D DPRD Tulungagung, Kepala
Dinas Pembangunan Umum (PU) Bina Marga Tulungagung, Kepala Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Tulungagung, Kepala Satpol PP
Tulungagung, Kepala Bagian Hukum, dan Kepala Inspektorat Tulungagung.
Dalam
audiensi, beberapa anggota LSM Gerbang Rakyat menyatakan sudah saatnya DPRD
menegur pemerintah agar segera menertibkan para pelanggar. Menurut mereka,
pasar-pasar tradisional yang biasanya ramai dipagi hari, tentu terganggu dengan
toko modern yang buka sejak pukul 07.00. “Ini terlihat seolah toko modern ingin
menyaingi dan merebut pelanggan pasar tradisional,” kata salah satu anggota LSM
Gerbang Rakyat dalam sidang.
Bukan
hanya tentang jam buka tutup, pembahasanpun berlanjut tentang penyikapan toko
modern yang berlokasi dekat dengan pasar tradisional dan hal-hal yang berkaitan
dengan aturan zonasi. Diketahui, ada 12 toko modern yang melanggar aturan
zonasi pendirian toko modern. Dalam sidang audiensi, diketahui ke 12 toko
modern tersebut telah mengantongi izin sejak perda No 6 Tahun 2010 belum lahir.
Dalam
menanggapinya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Santoso menyatakan, pihaknya tidak akan perpanjangan izin setelah
izin mereka habis. Sebab toko-toko modern tersebut perizinaannya dilakukan
sebelum perda lahir.
“Kami
tentu tidak bisa berbuat banyak, izin mereka diterbitkan sebelum perda lahir.
Saat ini kami hanya mendata toko modern mana saja yang posisinya berlokasi
dekat dengan pasar tradisional, untuk selanjutnya kami tidak akan memperpanjang
izin tersebut,” tutur Santoso dalam sidang.
Pasca
membincangkan zonasi toko modern, pembahasan pun beranjak ke masalah tafsiran
Pasal 8 ayat 5 poin B, mengingat pasal tersebut yang diduga dilanggar oleh
Dinas PU karena memberikan rekom pendirian mall di tengah kota. Dalam
pembahasan inilah ketegangan mulai terjadi. Supriyono, selaku Ketua DPRD Tulungagung
menyampaikan, pendirian mall di Jl Pangeran Diponegoro seharusnya tidak
diperbolehkan. “Bagaimana bisa di Jl Pangeran Diponegoro berdiri mall sebesar
itu? Sebagai pembuat perda saya mengatakan, maksud dibuatnya pasal 8 ayat 5,
agar tidak didirkannya departemen store atau supermarket di kawasan perkotaan.
Apa landasan PU memberikan Rekom tersebut?” tuturnya.
Menaggapi
pertanyaan yang dilontarkan Ketua DPRD, Sutrisno selaku kepala Dinas PU
mengatakan, bahwa acuan menafsirkan kawasan perkotaan adalah Perda Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) yang mengatakan perkotaan adalah kawasan pusat kecamatan.
“Kami mengacu pada perda RTRW,” kata Sutrisno.
Tanggapan
Sutrisno langsung disangkal oleh Supriyono. “Bagaimana bisa Anda menafsirkan
sendiri? Sementara kamilah yang membuat perda tersebut. Jika kebingungan
menafsirkan perda, seharusnya anda bertanya pada kami,” tegas Supri, panggilan
akrab Supriyono.
Selain
itu, ketegangan juga terjadi saat pembahasan beralih ketema Apollo. Menurut
Sutrisno, Apollo merupakan bagian dari departement store karena luas lantainya
adalah 5000m2. Sementara menurut menurut anggota LSM Gerbang Rakyat, Apollo
bisa dikatakan sebagai departemen store, juga bisa dikatakan sebagai hypermarket.
Dikatakan
departemen store karena melihat pengertiannya yang terdapat dalam pasal 5 ayat
2 poin d Perda Tulungagung No 6 Tahun 2010, yaitu toko modern memiliki luas
lantai di atas 400 m2. Apollo luas lantainya di atas 400m2. Artinya apolo
adalah departement store. Selanjutnya, Apollo dikategorokan hypermarket, karena
mengacu pada pasal 5 ayat 2 poin C, hypermarket yaitu toko modern yang
memiliki luas lantai di atas 5.000m2. Luas lantai Apollo jika mengacu pada data
perizinannya di kantor DPMPTSP, tertulis memiliki luas lantai 11,173m2.
Sedangkan dalam Perda no 6 Tahun 2010 Pasal 8 ayat 4 Poin b disebutkan, hypermarket
dan pusat perbelanjaan pendiriannya diarahkan ke daerah pinggiran atau daerah
baru dengan mempertimbangkan keberadaan pasar tradisional.
“Sebenarnya
jika dikaji lebih dalam, dalam Perda No 6 tahun 2010 tidak ada pasal yang
menjelaskan luas lantai tersebut hanya sebatas lantai yang dipakai jualan atau
sekalian lahan parkir. Terlebih kita dengar sendiri tadi, Ketua DPRD
Tulungagung saja sudah mengatakan bahwa toko itu ya keseluruhan. Mulai lahan
parkir sampai lahan untuk berjualan, bukan setengah-setengah. Itu artinya Dinas
PU telah melanggar Perda No 6 Tahun 2010 karena telah mengeluarkan rekom
pendirian Apollo,” ujar salah satu anggota LSM saat wawancara pasca audiensi.
Sementara
Kepala Satpol PP Johanes Bagus Kuncoro dalam sidang menyatakan, setelah
audiensi akan segera menindaklanjuti dan menertibkan para pelanggar perda.
Namun kenyataanya, sampai berita ini dimuat penertiban hanya dilakukan bagi pelanggar
buka tutup. Sedangkan pelanggar lainnya seperti toko modern tanpa izin, dan
pendirian Apollo di Jalan Pangeran Diponegoro tidak ditertibkan. (iel)