Oleh: Hadi Sucipto
Bila tak ada aral melintang, pemilihan kepala
daerah (pikada) serentak bakal diselenggarakan 27 Juni 2018. Pilkada serentak 2018 nanti akan lebih besar dari
sebelumnya, yakni sebanyak 171 daerah yang akan berpartisipasi pada ajang pilkada.
Dari 171 tersbut terdiri dari 17 provinsi, 39 kota serta 115 kabupaten yang
akan menyelenggarakan pilkada 2018,
termasuk Kabupaten Tulungagung.
Dan, sejak ditetapkannya KPU RI terkait pilkada
serentak 2018, para calon di daerah yang ikut berpartisipasi pilkada serentak telah
memberanikan diri dalam pencalonannya. Bahkan, para calon sudah ada yang berani
berdeklarasi. Bagaimana dengan calon (jago,
red) di Tulungagung, sudah beranikah menampakkan diri?
Berbicara pilkada di KabupatenTulungagung para jago terlihat mulai pekaserta meyakini adanya
“kekuatanalam” di wilayah selatan ini. Sehingga
kesan ekstra hati-hati serta masih menutup rapat sangat terlihat sekali. Ini karena
para jago benar-benar mulai memahami Tulungagung
yang ‘penuhmisteri’ alias sarat daya magis. Tak pelak, mereka para jago-jago yang mempunyai niatan mencalonkan
diri sebagai Bupati Tulungagung masih membungkus rapat alias masih tiarap.
Namun, tidak menutup kemungkin para jago sudah lama menyusun kekuatan yakni dengan
cara gerak ‘bawah tanah’ yang terkoordinir dengan rapi. Mereka, para jago,
konon katanya telah masuk ke ranah tokoh sepiritual yang ada di wilayah KabupatenTulungagung
maupun tokoh sepiritual luar daerah yang diyakini bias membantu dalam meraih kesuksesan.
Kesan tertutup para jago serta langkah gerak bawah tanah ini jelas hanya mereka yang
tahu. Sebab, bila bercermin pada era Bupati Tulungagung Heru Tjahjono maupun Sah-To
ada banyak hal yang perlu dipetik dari mereka. Terbukti, kali kedua pencalonanya
HeruTjahjono-Moh Atiyah yang saat itu memasang ‘calon boneka’ nyaris saja kecolongan
karena ada pihak yang menunggangi calon boneka. Akan tetapi karena kekekuatan alam
masih berpihak pada pasangan Heru-Atiyah. Alhasil mereka terpilih kembali.
Dan, kita melongok pada masa kemenangan pasangan
Syahri Mulyo - Maryoto Birowo (SahTo, red) pada tahun 2013,
lalu. Mereka, pasangan yang saat ini masih menduduki jabatan bupati dan wakil bupati Tulungagung begitu besar ujian serta rintangan yang dia hadapinya saat itu.Tapi, merekaberdua, berhasil menemukan jalan cukup lumayan mudah menuju kesuksesan.
Saat itu, Syahri Mulyo hengkang dari partainya yakni PDIP karena tidak mendapat rekom. Setelah hengkang, kemudian Syahri mendapat gerbong partai gurem yang akhirnya berpasangan dengan Maryoto Birowo (wabup, red) yang sebelumnya ‘dipecundangi’
Bambang Adiaksa (BA).
Alhasil, pasangan yang mempunyai panggilan Sahto ini mendapat suara yang cukup signifikan yakni berkisar 42 persen lebih.
Bila kita mau jujur, perhelatan politik saat itu sangat terlihat bahwa Bupati Syahri maupun Wabup Maryoto tidak diharapkan ikut dalam pertarungan pilkada oleh para elit politik di Tulungagung.
Tak mampu menghadang Syahri maupun Maryoto, peta politik saat itu pun berubah drastis. Tak mampu dibendungnya pasangan SahTo, disinyalir adanya kekuatan alam yang berpihak dan akhirnya mereka berdua lepas dari jebakan Batman.
Terbukti, dua bulan sebelum pencoblosan berbagai tokoh sepiritual telah memprediksikan pasangan SahTolah yang bakal terpilih sebagai sang
juara. Inilah wujud kekuatan alam yang takbisa diremehkan oleh siapun. Sedikit mengingat,
bagaimana proses pertemuan pasangan SahTo saat itu?
Proses Instan
Lika-liku mereka berdua sebelum berpasangan sama-sama memiliki cerita yang lumayan pahit, yakni Syahri Mulyo dianggap berkianat oleh partai dan Maryoto Birowo telah ‘ditipu’ mentah-mentah oleh BA. Namun berkat kekuatan alam pula mereka bias melenggang dan ikut serta dalam pertarungan pilkada Tulungagung
2013.
Sedang proses pertemuan Syahri-Maryoto tidak butuh proses waktu yang lama,
yakni hanya butuh beberapa menit saja akhirnya mereka bisa duet. Itupun partai yang ditumpangi jelas partai yang
kurang memiliki power
dibandingkan dengan partai yang mengusung tiga rivalnya saat itu. Inilah wujud kekuatan alam yang mungkin tidak bias diukur dengan logika.
Bahkan saat pembagian money politics yang
rencananya diserahkan kesebagian kades di wilayah Tulungagung sebagai ujung tombak
pemenangan pasangan Bambang Adiaksa-Anna Lutfi, akhirnya urung karena keburu digropyok
di Hotel Istana. Penting dan perlu jadi catatan, bahwa uang segudang tidak bias
jadi ukuran bias meraih kesuksesan, khususnya diwilayah selatan konon serat daya
magis ini.
Nah, siapakah bupati yang bakal mendapat muzijat kekuatan
alam pada tahun 2018 yang pada akhirnya bisa ‘ngembani’(istilah orang Tulungagung, red) di Kota Marmer nanti? Akankah masih pasangan
SahTo, atau mungkin pasangan baru yang bakal ngembani Tulungagung? WallahuA’lam bis-shawab.
Pengamat politik Tulungagung
1 komentar: