Berita Utusan

Advertise

Bawaslu RI Menuai Kritik Dari Koalisi Rakyat Tiri

Diposting oleh On Mei 08, 2017


Surabaya, Utusan Rakyat – Dianggap membiarkan kecacatan lembaga di bawahnya, Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) menuai kritik dari masyarakat yang menamakan kelompoknya sebagai Koalisi Rakyat Tiri.

Koalisi Rakyat Tiri merupakan salah satu kelompok pemerhati pemilu yang dikoordinatori oleh Darno warga Madiun. Kritikan dilakukan dengan cara melayangkan surat terbuka pada Bawaslu RI.

Secara ringkas, isi surat tersebut menerangkan tuntutan mereka pada Bawaslu RI agar menonaktifkan 3 anggota Bawaslu Jawa Timur yang terjerat kasus hukum dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi.

Selain itu isi surat juga menjelaskan, kasus tersebut sebenarnya sudah bergulir sejak 2015 lalu dan masih proses hingga saat ini. Namun sampai surat itu dilayangkan, Bawaslu RI tak kunjung menonaktifkan ke 3 anggota tersebut.

Hingga saat ini media Utusan-Rakyat masih belum mendapatkan konfirmasi dari pihak Bawaslu. Berikut uraian surat terbuka yang dilayangkan oleh Koalisi Rakyat Tiri.

Kepada Yang Terhormat:

Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia dan Anggota
Di Jakarta

Salam… Bawaslu Mendengar.

Dengan hormat,

Kami sampaikan surat terbuka ini, dengan tujuan untuk menyelamatkan pesta demokrasi dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Timur dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota se Jawa Timur.

Tahapan suksesi kepemimpinan di Jawa Timur tinggal menghitung hari dan hampir bersamaan pula dengan pelaksanaan tahapan Pemilu Legislativ dan Pemilu Presiden. Sehingga, jika mengacu pada regulasi saat ini, rekrutmen Panwaslu Kabupaten/Kota harus segera dilaksanakan dalam waktu dekat.

Namun ada persoalan krusial yang mengancam pesta demokrasi tersebut, yaitu status hukum Komisioner Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Timur (Bawaslu-Jatim) yang diberi amanah oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu untuk melakukan seleksi Panwaslu di 38 Kabupaten/Kota. Se Jawa Timur.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa di tahun 2015, beberapa oknum yang berada dalam institusi Bawaslu-Jatim sedang diproses dugaan korupsi dana hibah Pilgub Jatim 2013. Selanjutnya, penyidik Polda Jatim menetapkan 10 orang sebagai tersangka yang diantaranya adalah 3 (tiga) Komisioner Bawaslu-Jatim.

Hal tersebut dilakukan penyidik, setelah memeriksa 87 saksi (termasuk anggota Panwaslu Kabupaten/Kota se-Jatim) dan mengamankan barang bukti serta berdasarkan audit BPK, ditemukan kerugian negara sekitar Rp 5,6 milliar.

Walaupun dalam proses persidangan ke tiganya divonis bebas, namun Kejaksaan Negeri Surabaya saat ini masih melakukan upaya hukum kasasi atas vonis bebas perkara tersebut, karena dianggap telah mencederai rasa keadilan. Sehingga, jika ke tiga Komisioner Bawaslu-Jatim tidak segera di non aktifkan dan tetap diberi kewenangan untuk melakukan perekrutan Panwaslu Kabupaten/Kota, bagi kami hal tersebut sangat menyimpang dari asas-asas yang tercantum dalam Undang-Undang Penyelenggara Pemilu.

Pada waktu lalu, dorongan untuk segera dilakukan penggantian Komisioner Bawaslu Jatim sudah muncul sejak tahun 2015, diantaranya oleh Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (PW GP) Ansor Jawa Timur, melalui Khoirul Huda selaku Wakil Ketua bidang Politik, Hukum dan HAM, yang mendesak Bawaslu Pusat untuk segera menonaktifkan tiga komisioner Bawaslu Jatim menyusul status mereka saat itu sebagai tersangka dan secara moral sudah dianggap cacat.

Bahkan dari institusi Kepolisian, guna memperlancar proses penyidikan, Polda Jatim mengirimkan surat kepada Bawaslu RI agar segera melakukan penggantian terhadap tiga komisioner Bawaslu Jatim yang bersatus tersangka dugaan korupsi dana hibah Pilgub Jatim 2013.2 namun hal tersebut tidak kunjung mendapat tanggapan oleh Komisioner Bawaslu RI, sehingga permasalahan etis yang menjerat tiga komisioner Bawaslu Jatim berlanjut jelang perhelatan pesta demokrasi pada 2018 dan 2019.

Memang kita harus menghormati putusan pengadilan tipikor, dan upaya kasasi yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Surabaya serta menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah. Namun perlu kita ketahui bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia secara yuridis telah dikualifikasikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes), sehingga seyogiyanya negara, rakyat, dan budaya masyarakat Indonesia bersikap zerotorelance terhadap kejahatan tersebut.

Terlebih lagi jika orang yang diduga melakukan tindak pidana tersebut adalah seorang pejabat publik. Pada suatu kesempatan, Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Amzulian Rifai pernah mengatakan bahwa: “penyelenggara pemilu yang berintegritas sangat penting dilakukan, agar bisa membangun kepercayaan publik”.

Untuk itu, melalui surat terbuka inilah kami berharap terhadap Komisioner Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia yang baru dilantik oleh Presiden Republik Indonesia pada bulan lalu, mengabil kewenangan diskresi guna menjaga kehormatan institusi Bawaslu Jawa Timur, sehingga dapat menjaga kepercayaan masyarakat Jawa Timur dan menyelamatkan pesta demokrasi di Provinsi Jawa Timur.

Salam… Bawaslu Mendengar…!!!
Madiun 5 Mei 2017
TTD:



Koodinator Koalisi Rakyat Tiri

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »